Sabtu, 25 April 2015

Kisah Di Lampu Merah


Cerita yang mau gue share ke kalian mungkin udah hal umum yang sering kita liat sehari-hari. Seringlah kita setiap berenti di lampu merah bakal dihampiri sama tukang jual koran. Biasa banget kan. Kalo anak-anak yang jual pun udah biasa juga. Dan pastinya banyak dari kita yang sering tidak memperdulikan mereka ya kecuali kita emang mau beli korannya, termasuk gue. Lebih lebih lagi, gue adalah tipikal bukan pembaca koran lebih ke pembaca socmed dan penonton berita gosip hha.

Jadi suatu pagi di perjalanan menuju RS Adam Malik Medan, di salah satu dari beberapa lampu merah yang gue lewatin banyak penjual koran, dari anak muda sampai ibu-ibu ataupun bapak-bapak. Seperti yang gue bilang tadi, kalo gue bukan pembaca koran jd ya gue apatis aja, tapi entah berbeda dengan hari itu. Mobil alias si Bebi BRZ di dekatin sama anak kecil yang gue rasa umurnya seumuran ponakan gue yang kedua, si Imad, sekitar 4 atau 5 tahun. Anak kecil itu ngingetin gue sama si Imad.

Terus lo beli ai korannya?
Enggak pada saat itu

Saat itu gue diam aja sambil menunjukkan isyarat dengan tangan ke dia kalo gue gk beli. Setelah itu dia ke trotoar dan sambil dengan gaya anak kecil yang masih suka main-main dia natap roda mobil, mungkin sambil membayangkan roda itu sebagai mainannya dan memainkan tangannya seolah-olah dia memutar roda mobil. Disitu gue miris ngeliatnya, ya gue akui karena gue kayak membayangkan Imad jualan koran. Di sekitar dia ada ibu-ibu paruh baya, gue menduga itu ibu dia.

Setelah kejadian itu gue mikir balik apalah arti uang seribu buat gue yang mungkin karena strata dalam uang kertas dia paling kecil, jadi dipandang sebelah mata ataupun diabaikan kecuali saat-saat tertentu. Dan gue teringat perkataan
"Carilah selalu alasan untuk membeli dagangan pedagang asongan ataupun penjual koran. Karena mereka bukan meminta, mereka sedang berusaha jadi dukung usaha mereka"

Yaa karena gue melalui jalanan yang sama buat ke RS setiap hari. Gue pasti bakal ketemu sama penjual-penjual koran di tiap lampu merah. Takdir mempertemukan gue kembali sama anak itu. Anak yang membuat gue berpikir banyak sekaligus bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah.

Anak itu kembali berjalan membawa tumpukan koran di tangannya yang kecil dan menghampiri mobil gue. Tidak seperti dulu gue memberikan sinyal tidak membeli dengan tangan, kali ini gue buka kaca dan membeli koran anak itu. Pada saat itu gue memberikan uang selembar lima ribuan sementara harga koran itu satunya seribu.
Anak itu mengambil uang gue dan memberikan satu koran. Pada saat itu ada ibu nya juga disitu. Ibunya melihat anaknya berhasil menjajakan koran langsung berlari ke arah mobil gue dan melihat uang berapa yang diberikan pada anak itu dan tergopoh-gopoh mencari kembalian. Spontan pada saat itu gue tersenyum sambil ketawa kecil (bayangin aja sendiri gimana itu ya hahah) sambil bilang sama ibunya udah bu gpp dan langsung jalan karena lampu udah hijau.

Yang bikin gue ketawa adalah keluguan dan kepolosan anak itu. Dia bahkan belum tau berapa nominal uang dan cara berhitung. Yang dia tau tumpukan koran itu harus dijual. Dijual itu artinya korannya diambil orang dan orang memberikan dia lembaran kertas yang disebut uang. Uang itu yang dipakai ibunya buat menghidupi mereka.

Miris...

Saat Imad ataupun anak-anak lain seusianya masih tertidur dalam pelukan ibu nya atau berselimutkan selimut yang lembut untuk menghangatkan dari dinginnya AC, dia harus berangkat subuh-subuh ikut ibunya mengambil koran dan merasakan dinginnya pagi.

Ketika yang lain sedang sarapan sambil menonton Upin Ipin ataupun bermain mobil-mobilan, dia mungkin masih menahan lapar sambil menonton kemacetan lalu lintas di pagi hari karena jam-jam orang berangkat adalah waktu yang ramai untuk berjualan.

Saat seusianya bermain dirumah ataupun disekolah belajar dan bermain bersama teman-teman, dia bertemankan debu, panas matahari dan asap kendaraan bermotor sampai siang ataupun sore.

Saat anak-anak lain merengek pada orang tua nya untuk membelikan gadget buat main games, mungkin dia hanya bisa merengek pada ibu nya untuk menyudahi berjualan yang dia tau itu tidak mungkin.

Anak-anak lain bermimpi jadi dokter, insinyur, artis, tentara, polisi, guru, pengusaha dll, dia hanya berharap bisa makan, tidur enak dan berhenti jualan setiap hari.
Beberapa anak yang beruntung hidup nyaman tapi malas untuk ke sekolah, tapi bagi dia 'sekolah' adalah kata yang susah, susah dibayangkan.

Live Traffic Feed

Mengenai Saya

Foto saya
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPN VJ) 2009 dan sekarang menjadi mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) 2010. seorang pemimpi yang sedang berusaha mewujudkan semua impiannya.

My Followers